|  BERANDA  |  TAJUK TERKINI  |  JELAJAH  |  TSAQOFAH ISLAM  |  SIRAH NABAWIYAH  |  INSPIRASI  |  SAKINAH  |  MAUIDHATUL HASANAH  |  TAHUKAH?  |  JUMRAH.COM  |

Ketika Daging Kurban Hanya Menumpuk di Perkotaan

Menurut Guru Besar Sejarah Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Azyumardi Azra kepada KOMPAS.com, ibadah kurban, sesuai dengan kandungan maknanya, juga bertujuan membuat seseorang lebih qarib atau dekat dengan Tuhan sekaligus dengan manusia lain. Hewan sembelihan kurban bertujuan mendekatkan ikatan batin antara orang berharta dan tak berpunya.

Hal senada diungkapkan Pengamat Sosial Universitas Sumatera Utara (USU) Yos Rizal. Ia mengatakan, nilai sosial yang terkandung dalam ibadah berkurban tak ternilai harganya.

"Sukarela dan ikhlas mengeluarkan sebagian harta untuk berkurban merupakan wujud mensyukuri nikmat Allah yang diberikan pada kita. Untuk itu, sifat ini haruslah terus didorong agar umat Islam menyadari akan arti penting dan makna berkurban," ucapnya.

Bukan sekadar penggugur kewajiban

Sementara itu, saat dihubungi redaksi pada Rabu (16/09/15), Nazhori Author, salah satu pengurus Lazismu mengungkapkan, arti "mendekatkan" dalam kata kurban tidak akan terjadi jika manfaatnya tidak diterima oleh si penerima. Karena, menurutnya, tujuan dasar berkurban adalah ingin memberi makna kepada mereka yang membutuhkan.

"Bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja," tutur Nazhori. Hal itu sebenarnya sudah disadari oleh sebagian orang, terutama mereka yang berniat berkurban namun tinggal di kawasan jauh dari kantong kemiskinan. Namun ini, seperti diungkapkan Direktur Utama Lazismu M Khoirul Muttaqin, menjadi dilema bagi mereka.

"Melihat pengalaman lalu, mereka (partisipan kurban) bingung mau didistribusikan ke mana kurbannya, karena di kota-kota besar sudah menumpuk," ujar Khoirul.

Karena itu sejak 2010, Lazismu giat menjadi penyambung antara orang-orang yang ingin berkurban dan para penerima dari kaum kurang mampu. Dalam pelaksanaanya, lembaga filantropi ini memanfaatkan 114 jejaring di seluruh Indonesia. Mereka bertugas memetakan lokasi, menggalang dana, dan melaksanakan kurban di daerah-daerah.

Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan ribuan relawan dari komunitas-komunitas untuk mendistribusikan hewan kurban ke pelosok negeri. Mereka biasanya berasal dari komunitas pelajar, mahasiswa, pemuda, komunitas hobi, profesional, bahkan kelompok pengajian.

"Kami memang menargetkan distribusi kurban ke kawasan-kawasan padat penduduk, kumuh, daerah pinggiran, terbelakang, dan daerah yang mengalami bencana," kata Nazhori.

Tantangan saat "blusukan"

Tahun lalu, saat menyambangi Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, Koordinator Lazismu Daerah Lembata Jufri Bin Daud Hobamatan mengaku tak akan melupakan pengalamannya. Menurut Jufri, warga setempat belum pernah menikmati kurban sapi.

Ia menceritakan, memesan sapi bukanlah hal mudah di Pulau Lembata. Rata-rata sapi dipesan langsung dari peternakan milik warga yang pemeliharaannya masih tradisional. Karena itu, agar mendapatkan hewan kurban sehat dan berkualitas, sapi harus dipesan jauh-jauh hari.

Tak hanya masalah sapi. Akses jalan ke enam desa di sana masih terbilang minim karena lokasinya terpencil dan jauh. Jalan terjal berbatu sepanjang perjalanan pun harus dihadapi Jufri dan panitia. Ketika sampai di sana, Jufri melihat keadaan warga cukup memprihatinkan.

"Karena musim kemarau panjang, sebagian besar lahan pertanian warga dilanda kekeringan sehingga mereka harus kerja serabutan," katanya.

"Terus terang mereka sangat senang karena baru kali ini ada kurban sapi. Harapan mereka mudah-mudahan tahun depan ada lagi," kata Jufri.

Saat itu, sebanyak enam ekor sapi telah didistribusikan. Dengan jumlah ini, sekitar 1.200 Kepala Keluarga (KK) bisa menikmati santapan daging sapi.

kompas.com

Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...