|  BERANDA  |  TAJUK TERKINI  |  JELAJAH  |  TSAQOFAH ISLAM  |  SIRAH NABAWIYAH  |  INSPIRASI  |  SAKINAH  |  MAUIDHATUL HASANAH  |  TAHUKAH?  |  JUMRAH.COM  |

Shalat Idul Fitri dalam Ilmu Fiqh

Shalat Id adalah ibadah shalat yang sunah muakkad dua rakaaat yang dilakukukan pada hari raya Idul Fitri (1 Syawal) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).

Dinamakan hari Id karena berasal dari kata kembali. Juga berarti kembali berbuka puasa atau kembali makan pagi di mana sebelumnya dilarang makan sesuatu.

Dalam kaitan dengan Idul Adha dapat berarti: menyempurnakan haji dengan thawaf ziarah (ifadhah), daging kurban serta lainnya.

Makna Id, secara bahasa berarti Aud, yakni kembali. Maksudnya, kembali mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan pada setiap tahun.

Id-ul fithr terdiri atas dua kata, yaitu Id yang artinya hari raya, dari asal kata, ayada yg artinya kembali.

Dikatakan id karena pada hari itu Allah SWT mengembalikan kegembiraan dan rasa sukacita kepada hambaNya. Atau kembalinya kebaikan-kebaikan dari Allah SWT kepada hambanya, pada hari itu seorang hamba kembali dalam keaadaan suci karena telah bertobat kepada Allah SWT dan telah meminta maaf kepada sesamanya.

Kata kedua fithr, artinya fitrah, kesucian dan kebersihan jiwa. Sebab, pada hari itu seorang hamba merayakan kebersihan dari noda dosa setelah beribadah dan bertobat secara sungguh-sungguh selama sebulan penuh. Allah SWT berfirman: Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS al- Baqarah [2]: 185)

Shalat Id dalam Al-Qur′an

Allah SWT berfirman dalam surat al-A′la [87]:(14-15) ″Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersih- kan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhan- nya, lalu dia shalat.″

Qatadah dan Atha′ mengatakan yang dimaksud dengan membersihkan diri dengan ayat ini adalah mengeluarkan zakat fitrah. Abu Said al- Khudri berkata: yang dimaksud dengan ″ ingat nama Tuhan- nya″ adalah dengan mengumandangkan takbir pada hari Idul Fitri dan shalatlah maksudnya shalat Id.″

Waktu Pelaksanaan dan Jumlah Rakaat

Fuqaha sepakat bahwa waktu shalat Id adalah setelah mata hari terbit kira-kira satu atau dua tumbak (sekitar setengah jam setelah terbit matahari) sampai sebelum masuk waktu Zuhur (ketika waktu duha) dan makruh pada saat terbit matahari (menurut jumhur ulama).

Menurut mazhab Hanafi, apabila orang melaksanakan shalat Id sebelum matahari naik satu tombak, maka shalat Id batal bahkan berubah menjadi shalat sunah yang diharamkan.

Mazhab Syafi′i: Waktu shalat Id tersebut adalah sejak naiknya matahari sampai tergelincirnya matahari (waktu zawal).

Sedangkan menurut mazhab Hambali: waktunya adalah sejak naiknya matahari setombak (sampai waktu zawal/matahari mulai condong ke arah barat).

Hukum Shalat Idul Fitri


Keterangan mutawatir (orang banyak) menerangkan secara pasti bahwa Rasulullah SAW biasa melak- sanakan shalat kedua hari raya. Shalat hari raya yang pertama kali dilakukannya adalah shalat Idul Fitri pada tahun 2 (dua) Hijriyah.

′An Malik Annahu Sami′a Ghaira Wahidin Min Ulama′ihim Yaqulu Lam Yakun Fi Id al-Fitri Wala Fi ala-Adha Nidaun Wala Iqamah. Dari Malik telah mendengarkan dari para ulama bahwa melakukan shalat tersebut tanpa pakai adzan dan iqamat.

Ulama (jumhur/mayoritas)sepakat atas diperintahkannya kedua shalat hari raya tersebut. (sebagaimana dalam kitab al Muwaththa′- Imam Malik)

Hukum Shalat Idul Fitri dan Idul Adha, wajib atau sunah?

Mazhab Hanafi mengatakan kedua shalat Id itu hukumnya fardu ′ain dengan syarat-syarat yang ada pada shalat Jumat. Kalau syarat-syarat tersebut atau sebagaian dari padanya tidak terpenuhi, maka menurut mahzab tersebut kewajiban tersebut menjadi gugur.

Mazhab Hanbali mengatakan: Hukumnya Fardu kifayah. Mazhab Syafi′i dan Maliki mengatakan: hukumnya adalah sunah ′ain muakkadah (dengan peringkat setelah muakkadnya shalat witir).

Hukum Wanita Pergi Shalat Id


Fuqaha Mazhab Hanafi dan mazhab maliki sepakat bahwa para gadis tidak diperkenankan pergi shalat Jumat dan shalat dua hari raya berdasarkan firman Allah SWT :

″Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.″ (QS al-Ahzab [33]:33)

Menurut mazhab Syafi′i dan Hambali, boleh wanita mendirikan tempat shalat Id. Maka sebaiknya wanita yang menghadirinya tidak memakai wewangian, pakaian yang glamour.

Berdasarkan hadis dari Ummu Athiyah bahwa ia mendengarkan Nabi SAW bersabda:

″Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid… tetapi wanita yang sedang haid menjauhi tempat shalat.″ (Sahih Bukhari)

Syarat Wajib dan Bolehnya Shalat Id

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa apa aja yang menjadi syarat wajib dan bolehnya Jumat adalah berlaku pula untuk shalat dua hari raya, seperti adanya imam, jama′ah, kota/tempat, serta waktu kecuali khotbahnya yang hukumnya sunah setelah selesai shalat, bahkan jika tidak ada khotbahpun, shalat Id tetap boleh.

Hadirnya imam, yakni penguasa atau hakim atau wakilnya merupakan syarat terlaksananya shalat Id sebagaimana pada shalat Jumat berdasarkan keterangan sunah/hadis. Sebab jika penguasa tidak hadir, akan timbul fitnah akibat banyaknya masyarakat yang tidak jarang berebut dalam mengajukan seorang imam sebagai kedudukan terhormat.

Persyaratan shalat Id harus di suatu kota didasarkan kepada pendapat Ali (mauquf) bahwa ″tiada jumat, tasyriq, shalat idul Fitri dan shalat Idul Adha kecuali bila dalam suatu kota yang menghimpun masyarakat atau di kota besar.″


Mengenai keharusan adanya jamaah, adalah terdiri atas lelaki, baligh, berakal, merdeka, sehat badan dan muqim, merupakan syarat wajibnya shalat Id, sebagaimana yang berlaku dalam shalat Jumat.

Shalat Id tidak berlaku bagi orang lupa, anak-anak, gila, hamba sahaya kalau tidak diizinkan tuannya, berpenyakit merana, sakit biasa dan musafir di mana mereka semua juga tidak wajib shalat Jumat.

Sedangkan mazhab Hanbali mensyaratkan bahwa sahnya shalat Id harus dihadiri oleh 40 orang jamaah Jumat yang tempat tinggalnya dan disana tidak perlu izin bahkan boleh dilakukan oleh musafir, wanita serta munfarid demi mengikuti orang yang wajib melaksanakannya.

Mazhab Syafi′i menyatakan: ″shalat pada kedua hari raya itu sah dikerjakan, baik sendiri maupun berjama′ah. Sedangkan mazhab-mazhab lainnya mewajibkan berjamaah dalam shalat Id."

jumrahonline
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...