Dua hari jelang Lebaran, harga bandeng di Gresik naik berlipat-lipat.
Satu kilogram bandeng bisa dijual sedikitnya Rp 50.000-Rp150.000 dari
normalnya Rp 25.000 per kg. Bahkan bandeng yang dilelang satu ekor saja
bisa mencapai belasan juta rupiah.
Tradisi tahunan Pasar Raya dan
Lelang Bandeng itu menjadi magnet dan penggerak ekonomi, sekaligus
pertaruhan gengsi atau prestise. Masyarakat Gresik rela membeli bandeng
dengan harga mahal untuk disajikan kepada tamu di saat Lebaran. Makin
besar dan mahal bandeng, menunjukkan makin tinggi prestisenya.
Masyarakat
umum bisa belanja dan menikmati bandeng-bandeng dengan harga lebih
terjangkau yang dijual di arena Pasar Raya Bandeng. Selain bandeng,
aneka kebutuhan mulai pakaian, mainan, suvenir, aksesoris, hiasan rumah,
hingga kebutuhan Lebaran pun tersedia. Jalan HOS Cokroaminoto, KH,
Kholil, Jalan Akim Kayat, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Raden Santri dan
Jalan Samanhudi disulap menjadi pasar dadakan yang bisa dinikmati warga.
Mulai harga obral hingga harga mahal pun tersedia.
Tahun ini
Pasar Raya Bandeng bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Republik
Indonesia Jumat (17/8/2012). Malamnya warga bisa menyaksikan Lelang
Bandeng, di Wahana Ekspresi Pusponegoro yang ada di Jalan Jaksa Agung
Suprapto. Biasanya Lelang digelar di sekitar Ramayana Jalan Gubernur
Suryo.
Menurut Mahfud (48), warga Sidayu, sejak Jumat pagi
hingga sekitar pukul 14.30 bandengnya sudah laku 100 ekor. Harganya pada
kisaran Rp 85.000 per kilogram. Tetapi kadang pembeli langsung menawar
satu ekor setelah ditimbang lebih dulu. "Tadi yang empat kilogram laku
tujuh ratus ribu," katanya.
Kebanyakan yang dicari adalah bandeng
dengan berat lebih dari 3 kg. Mahfud sendiri sudah mengikuti Pasar Raya
Bandeng sejak 1987 saat ia masih anak-anak. Menurut dia, antusiasme
masyarakat terhadap Pasar Raya dan Lelang Bandeng tidak semeriah dulu.
Kalau dulu benar-benar jadi ajang bertaruh gengsi. "Karena semakin mahal
bandeng semakin menunjukkan kelas sosial," tuturnya.
Jika dilihat
dari sisi bandeng yang dibeli masyarakat secara personal, omset seorang
pedagang bandeng bisa mencapai Rp 5 juta-Rp 10 juta. Menurut Panitia,
Yuyun Wahyudi, ada 100 stan pedagang bandeng dan 700 stan barang lainnya
yang ikut berjualan di arena Pasar Raya Bandeng.
Terjadi Pergeseran
Nilai
transaksi dari bandeng yang dilelang pun bisa mencapai puluhan juta
rupiah. Hasilnya digunakan untuk dana sosial, yang diserahkan kepada
lembaga atau yayasan yang membutuhkan. Bandeng yang dilelang merupakan
bandeng kawak dengan ukuran jumbo 6 -15 kg per ekor di atas ukuran
bandeng normal antara 4-5 ekor per kg.
Ketua Masyarakat Pecinta
Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger) Kris Aji menuturkan, saat ini ada
persegeran dalam tradisi Lelang Bandeng. Tradisi itu berawal dari
kebiasaan masyarakat Gresik yang memiliki kepercayaan bandeng
melambangkan prestise seseorang di tengah masyarakat. Semakin besar
bandeng semakin tinggri prestisenya.
Cikal bakal munculnya Pasar
Bandeng dan Lelang berawal sejak era Sunan Giri. Saat itu banyak santri
dari luar Gresik dan luar pulau butuh oleh-oleh untuk dibawa pulang. Itu
diawali dengan malam Selawean (malam 25 Ramadhan) yang menjadi semacam
Pasar Malam.
Sejak dulu, Gresik sudah dikenal dengan hasil
tambaknya. Data Dinas Kelautan dan Perikanan Gresik menyebutkan, areal
tambak seluas 28.000 hektar sekitar 46 persen dari total tambak di Jawa
Timur. Produksi bandeng di Gresik mencapai 23.200 ton per tahun. Potensi
ikan yang bagus itu mendorong munculnya Pasar Raya dan Lelang Bandeng.
Ketika
itu jelang akhir Ramadhan, pada era Sunan Giri, santri-santri ingin
membawa bandeng sebagai oleh-oleh untuk pulang. Momentum itulah yang
dimanfaatkan petambak di Gresik, baik di Kelurahan Lumpur Gresik, di
wilayah Manyar, maupun Mengare Bungah menyediakan bandeng. Dari
foto-foto lama terlihat, dulunya yang dijual khusus bandeng sebagai
oleh-oleh khas Gresik. "Lambat laun yang dijual beragam dan penjualnya
pun banyak dari luar Gresik," tutur Kris.
Pada awalnya, pedagang
pun masih dari Gresik termasuk pembuat kerajinan seperti sarung,
kopiah, sandal kulit. Bahkan saat itu terjadi sistem barter. Misalnya
pedagang sandal menukar dengan kopiah, pedagang sarung menukarnya dengan
perhiasan . "Kini yang memanfaatkan momentum ini justru banyak perajin
atau pedagang dari luar Gresik," ujar Kris.
Awalnya Dikelola Petambak Kini Pemerintah
Menurut
Kris, bukan hanya Pasar Raya Bandeng yang bergeser secara ekonomi
maupun budaya. Lelang bandeng juga demikian. Pada zaman pendudukan
Belanda di era pemerintahan Adipati Pusponegoro sekitar tahun 1800-an,
petambak yang berjualan bandeng berlomba-lomba menunjukkan bandengnya
yang paling besar.
Saat itu bandeng terbesar dilelang dan dikelola
sendiri oleh petambak. Oleh karena itulah petambak berlomba-lomba
memelihara bandeng kawak, dan setiap tahun bandeng yang paling besar
berasal dari petambak yang berbeda, bisa dari Mengare, dari Manyar, atau
Lumpur.
Sejak pasca kemerdekaan Lelang Bandeng mulai dikelola
pemerintah. Hanya saja kini proses pelelangan tidak jarang bernuansa
politis atau bisnis. Pemenangnya bisa saja pengusaha yang nantinya
mendapatkan prioritas dalam proyek, atau pejabat dan politisi yang
berkepentingan menaikkan pencitraan. "Kalau dulu murni pemenangnya ya
masyarakat karena betul-betul jadi ajang adu prestise," ujar Kris.
Tetapi
, dia menilai tradisi itu masih bertahan hingga kini sudah sangat bagus
dan patut disyukuri . Paling tidak dalam menggerakkan geliat ekonomi
masyarakat, terutama pedagang, juga petambak.
Ajang Pasar Raya dan
Lelang Bandeng menjadi sarana promosi wisata budaya. Bahkan petambak
pun dirangsang dengan hadiah umrah dan sepeda motor bagi yang bandengnya
paling besar dan dilelang sebagai bandeng maskot.
Dalam proses lelang selain dilelang dua bandeng maskot, juga dilelang 10 bandeng dengan sistem cash and carry
. Sementara masyarakat juga bisa menikmati bandeng ukuran sekitar 5
kilogram dalam paket hiburan bila bisa menjawab pertanyaan panitia
lelang.
Kepala Bagian Humas Kabupaten Gresik, Andhy Hendro Widjaya
menyebutkan tahun ini lelang bandeng maskot dan bandeng cash and carry
diperuntukkan bagi pejabat dan pengusaha. Selain itu ada lelang bandeng
untuk rakyat dengan 150 paket masing-masing berisi bandeng ukuran 3 kg.
Setiap paket dilempar dengan harga Rp 50.000. Tujuannya masyarakat biasa
pun bisa menikmati bandeng besar. Kali ini juga digelar festival
bandeng olahan, ujarnya.
Bandeng dikenal milk fish (Inggris) dalam bahasa latin Chanos chanos masuk familia Chanidae bisa
diolah menjadi otak-otak, bandeng asap, bandeng presto. Bahkan Abdul
Hakim warga Leran Kecamatan Manyar telah mengolah duri bandeng menjadi
abon. Sedangkan bandeng juga bisa diolah dengan dibakar dengan dilumuri
lumpur yang dike nal dengan bandeng blothong. Ada juga yang mengolah
menjadi asem-asem atau kelo kuning bandeng.
Mengonsumsi bandeng
bermanfaat bagi kesehatan karena bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan
membantu perkembangan otak. Dari sisi kandungan gizi dan nutrisi, setiap
100 gram bandeng mengandung protein 20 gram, lemak 4,8 gram, Kalsium 20
miligram, besi 2 mg, fosfor 150 mg, dan energi sebesar 129 kilokalori.
Selain itu bandeng juga mengandung Vitamin B1 dan Vitamin A, dan asam
lemak Omega3.
Terlepas dari itu semua, tradisi rut in tahunan
Pasar Raya dan Lelang Bandeng di Gresik membangkitkan gairah ekonomi
tidak saja bagi petambak, pedagang, tetapi juga pemuda-pemuda yang
membuka jasa parkir bagi pengunjung. Sejumlah perusahaan operator
selulur, perbankan, rokok, biro jasa juga memanfaatkan momentum itu
untuk berpromosi.
Kegiatan itu menjelma bukan saja untuk
meneruskan tradisi ratusan tahun, tetapi menjadi tempat perputaran uang.
Ada geliat ekonomi, ada unsur hiburan hingga potensi wisata. Geliat di
penghujung Ramadhan, geliat jelang Lebaran.*